Teman Bermuka Dua



Kisah ini merupakan salah satu kisah nyata yang gue alami, dan mohon maaf untuk mengurangi adanya ketersinggungan, maka nama karakter yang akan gue gunakan adalah nama samaran, bukan nama asli orang tersebut.

Singkat cerita, kejadian ini gue alami saat SMA, dan ini merupakan kejadian yang menurut gue gak akan mau gue lupain karena banyaknya pelajaran yang dapat gue ambil untuk dapat mengambil keputusan dalam hidup jika menemukan kejadian yang serupa, jadi bukan karena masih belum move on hehe.

Saat SMA, gue mengikuti salah satu ekskul, gue mengikuti sudah sejak dari kelas 1 SMA. Gue ikut ekskul tersebut gak ada ambisi apapun, hanya untuk mencari banyak teman dan ya sekedar belajar aja cari pengalaman dan gue pun memang tertarik dengan kegiatan ekskul tersebut. Banyak teman-teman yang gue dapatkan dari ekskul itu, salah satunya sebut saja namanya Angga.

Setelah setahun mengikuti ekskul tersebut dan gue sudah naik ke kelas 2, tentunya di organisasi tersebut akan terjadi adanya pengalihan organisasi, karena yang kelas 2 naik ke kelas 3 harus sudah fokus belajar ujian dan masuk universitas. Peralihan organisasi ini biasanya dilakukan dengan sebuah acara, awalnya gue males ikut karena takut ditunjuk jadi ketua ekskul (kegeeran banget yak), tapi karena satu dan lain hal gue tetep ikut acara itu.

acara dilakukan di sebuah tempat yang cukup jauh dari sekolah dan menginap. Gue dan teman-teman gue mengikuti rangkaian acara kegiatan tersebut sambil perpisahan dengan kakak kelas yang akan pensiun dalam ekskul tersebut (ikut ekskul yang tidak aktif organisasinya). Ekskul ini memiliki pemilihan ketua yang cukup unik, yaitu beberapa calon pilihan kakak kelas akan diinterview masing-masing, ada 4 orang yg terpilih, gue dan Angga termasuk dalam 4 orang tersebut.

di Interview tersebut gue ditanya-tanya terkait banyak hal, dan yang pastinya ditanyakan keinginan untuk menjadi ketua ekskul ini atau engga, gue dengan tegas menjawab "tidak mau", begitu juga dengan 2 kandidat lain tidak menunjukkan ketertarikan untuk menjadi ketua, hanya Angga yang bilang "mau". Namun pemilihan ketua tidak sekedar hanya dari mau atau tidak mau, singkat kata, berdasarkan diskusi dari para kakak kelas, gue akhirnya dipilih sebagai ketua, walaupun gak mau, gue harus tetep terima. Ya akhirnya gue terima dengan legowo.

inti cerita sebenarnya belum terlihat, tadi baru prolog saja haha.

jadi mungkin langsung gue cerita aja, si  Angga ini ternyata sebenernya ngebet banget pengen jadi ketua ekskul tersebut (tapi gue selama menjabat gak tau tentang hal ini).

hari demi hari kepemimpinan gue berjalan di ekskul itu, gue dan teman2 dalam organisasi mengadakan berbagai acara sebagaimana apa yang telah dilakukan oleh orang-orang sebelumnya.

Gue respect sama si Angga, dia memiliki keahlian dalam berbicara, vokal, dan dapat menguasai panggung. berbeda sama gue yang belum ahli dalam bidang tersebut.

dalam setiap pembahasan rapat acara, gue melihat si angga ini terlihat sangat aktif dan vokal, seolah-olah dia ingin orang lain tau kalau dia adalah orang yang berkualitas, punya kemampuan yang baik. dan gue mengakui akan hal tersebut.

Setiap gue mengeluarkan pendapat, entah kenapa si Angga ini selalu terlihat gak setuju, dan dia selalu ingin pendapatnya itu yang digunakan.

Gue selalu pantau setiap acara, Setiap ada acara yang digelar oleh ekskul kami, Angga selalu telat datang (tidak ikut beres2 dan persiapan) dan selalu izin pulang duluan selesai acara (tidak ikut evaluasi dan beres2 acara). dia hanya terlihat aktif untuk membantu peserta acara (saat acara) seolah-olah ini adalah acaranya dia hasil capek-capek usahanya dia.

Karena gue orangnya tidak pernah prasangka buruk dan gue menganggap angga ini teman yang baik, saya tidak pernah curiga atas kelakuannya tersebut dan menerima apa yang dia lakukan, toh ini organisasi kerja ikhlas kok gak ada gajinya jadi gue gak bisa maksa siapa2 juga.

terkait Angga yang selalu ingin kelihatan aktif, datang telat pulang duluan, tidak pernah ikut evaluasi, dll ini terus berjalan sampai masa jabatan gue berakhir.

setelah kepemimpinan gue berakhir, gue cukup lega dan ya mensyukuri atas apa yang telah terjadi, tapi ini masih belum selesai, gue baru tau selama ini Angga selalu berada di oposisi gue, selama ini gue selalu dijelek2an di belakang oleh dia, dia gak terima kalau pemimpinnya adalah gue, gue dibilang gak pantas menjadi pemimpin ekskul tersebut, menurut Angga diri dialah yang seharusnya jadi ketua ekskul. Gue tau ini dari sahabat gue yang lain dan gue coba mengkonfirmasi hal tersebut ke orangnya secara langsung.

Gue inget yang gue ucapkan ke dia adalah "Iya, gue emang gak pantas menjadi ketua ekskul, seharusnya lu yang jadi ketua, maafin gue kalo gue ada salah". setelah gue mengeluarkan kata-kata itu dia sempat beberapa kali sms gue untuk minta maaf, dan gue pun memaafkan dia. Gue gak dendam sama Angga, tapi keputusan gue sudah matang, gue gak akan pernah mau bergaul lagi dengan Angga, karena gue tau, dia bukan teman yang baik. Gue gak bermaksud memutus tali silaturahmi, tapi lebih tepatnya, gue hanya menghindari Angga untuk mencegah terjadinya hal-hal yang sama berikutnya.

Gue kecewa? ya, sakit hati? cukup sakit, karena orang yang selama ini gue pikir ada di pihak gue dan gue cukup salut atas kepribadian yang dia miliki, ternyata di belakang berusaha menjatuhkan gue, dan gue rasanya pengen teriak di telinga dia kalau "GUE SEBENARNYA GAK PERNAH MAU JADI EKTUA EKSKUL", tapi gue lebih memendam saja, gue anggap semua sudah selesai dan gue gak mau ada apa2 lagi sama dia. Saat kuliah, gue gak pernah ikut reunian jika orang itu ada hadir di acara itu. Kebetulan saat sekolah gue punya 2 kelompok pesahabatan, yg pertama dengan teman2 ekskul tersebut, dan yang kedua dengan teman2 lain (nama ganknya "jnck" yang akan gue ceritakan di post lain). Gue selalu bersyukur, bahwa ternyata banyak teman2 gue yang lain yang menghargai gue sebagai sahabat dan temannya, dan mereka tak pernah mengkhianati gue, tidak seperti Angga.

Lesson learned, teman sejati itu susah didapat, tapi sekalinya dapat, jangan pernah mengkhianatinya.






Comments